JOMBANG - Sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal masyarakat luas setelah dia menjabat sebagai Presiden RI. Tapi bagaimana Gus Dur menjalani masa kecilnya di pondok pesantren?
Teman akrab Gus Dur, KH Ilham Machal dari pondoke Pesantren Tambak Beras, berbagi kisah soal masa kecil Gus Dur. Kakek yang usiannya kini menginjak 74 tahun masih lantang berbicara, apalagi menyangkut seorang cucu pendiri Nahdlatul Ulama itu.
Gus Ilham, sapaan sehari-hari KH Ilham Machal, memang mengetahui banyak kisah saat Gus Dur memilih sekolah, ngaji dan nyantri. Maklum, selama enam tahun dia menjadi teman akrab mantan presiden yang terkenal dengan humor segarnya itu. Dia pun lantas mengenang masa-masa dimana dia menghabiskan waktunya bersama Gus Dur di pondok.
Beberapa hal yang dia ingat, sejak masuk di pondok sekira tahun 1995, Gus Dur langsung dijuluki sebagai "Kutu Buku". Karena saat pertama kali tiba di pondok, bukan pakaian yang dibawa, melainkan tumpukan buku dalam berbagai bahasa.
"Satu becak penuh buku yang dibawa. Rata-rata berbahasa Inggris," ungkap Ilham.
Namun, julukan kutu buku yang dialamatkan ke Gus Dur tak seperti kutu buku pada umumnya yang suka menyendiri di kamar. Sebaliknya, Gus Dur dinilai sebagai murid dan santri yang nakal. Kerap kali, Gus Dur tak mengikuti pelajaran sekolah maupun ngaji yang diajarkan kyainya.
"Dia sering nitip buku atau kitab ke teman-temannya. Dia sendiri malah bermain," kenangnya.
Ulah Gus Dur itu sering mendapat teguran dari gurunya. Dalam kondisi itu, Gus Dur malah berkelakar. Dia beralasan jika dirinya hadir, meski fisiknya tak tampak di kelas maupun di masjid. "Saya kan masuk. Buktinya, buku dan kitab saya ikut dikumpulkan," katanya menirukan alasan Gus Dur saat ditegur gurunya.
Malas sekolah dan mengaji, tak lantas membuat Gus Dur ketinggalan pelajaran umum dan agama yang diajarkan. Kerap kali, gurunya heran dengan kecerdasan Gus Dur yang bisa menjawab semua pelajaran yang baru saja diajarkan, meski Gus Dur tak masuk kelas saat pelajaran diberikan.
"Ternyata Gus Dur lebih dulu mempelajari semua yang akan diajarkan. Karena bisa menjawab, Gus Dur selalu lolos dari hukuman," tandasnya.
Kebiasan Gus Dur lainnya yang tak pernah dilupakan adalah jika pagi hari, bukan buku pelajaran atau Alquran yang dibaca. Gus Dur lebih memilih membaca koran untuk mendapatkan pengetahuan luar. Kebiasaan ini, sama sekali tak dimiliki para santri lainnya.
"Koran itu harus dibaca. Jangan lihat, kamu tahu apa?" ujarnya kembali menirukan cemoohan Gus Dur kepada dirinya, yang memang tak pernah baca koran.
Dari koran dan ratusan buku referensi yang dimilikinya itulah, Gus Dur kaya akan pemikiran-pemikiran dan pengetahuan umum. Karena dua jenis sumber ilmu itu lah yang kerap dibaca Gus Dur. Di antara teman-temannya, Gus Dur lah yang paling berotak encer. Lantaran itu, setelelah empat tahun sekolah di Mualimin, Gus Dur diangkat menjadi guru sekaligus kepala sekolah.
"Otaknya memang encer. Daya ingatnya luar biasa," pujinya.
Urusan asmara, Gus Ilham juga menyebut memiliki peran dalam perkawinan Gus Dur dengan Shinta Nuriyah Wahid. Dikatakan, istrinyalah yang menjadi Mak Comblang antara Gus Dur dan Shinta Nuriyah Wahid, yang saat itu menjadi murid Gus Dur.
"Biasanya, saya yang disuruh agar istri saya itu memanggilkan Bu Shinta. Alasannya macam-macam. Kadang-kadang, Gus Dur menyuruh Bu Shinta memasang foto mading (majalah dinding) hanya karena ingin bertemu," katanya.
Saat menjabat sebagai presiden RI, Gus Dur dianggapnya tetap seperti anak-anak yang menginjak remaja. Bahkan, kata dia, Gus Dur sempat menyambangi dirinya di kediamannya, di Desa Gading Mangu, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang.
"Tetap lucu dan sederhana. Sejak dulu ya begitu itu, senang guyon," tambahnya.
Wafatnya Gus Dur menjadi pukulan tersendiri baginya. Dia benar-benar merasa kehilangan sosok teman, sahabat, sekaligus tokoh bangsa yang dianggap bisa mewakili kelompok "sarungan".
"Dia (Gus Dur) baik. Sejak kecil dia baik dan dia layak menduduki kursi presiden karena memang layak memimpin. Sayang, belum habis masa jabatannya, Gus Dur sudah lengser," ujarnya menyayangkan.
Tak hanya Gus Ilham saja yang bisa bercerita bagaimana perjalanan Gus Dur saat berada di lingkungan pondok. KH Sulton Hadi, salah satu tokoh di Ponpes Tebuireng yang mengetahui latar belakang Gus Dur, juga masih memiliki hubungan keluarga dengan dirinya. Jabatan Gus Dur sebagai kepala sekolah Mualimin, Tambak Beras, kini disandangnya.
Dia tak menyangkal jika saat sekolah, nyantri sekaligus ngaji di Ponpes Tembak Beras, Gus Dur memiliki keanehan dan bisa dibilang nakal. Gus Dur memang lebih suka bermain dari pada mengaji atau mengikuti pelajaran sekolah.
"Tapi, dia tetap menjadi murid sekaligus santri yang luar biasa," kata KH Sulton Hadi.
Dia juga mengakui kecerdasan Gus Dur. Termasuk yang kerap kali membuat para pengajarnya bingung, saat mencoba mengetes kemampuan Gus Dur karena tak mengikuti pelajaran.
Menurutnya, banyak faktor yang menjadikan Gus Dur sebagai murid dan santri yang cerdas. "Kalau soal pelajaran, Gus Dur memang selangkah lebih maju. Bahkan dibanding gurunya sekali pun. Rahasianya, Gus Dur selalu membaca duluan pelajaran-pelajaran itu," ujarnya.
Selain faktor kebiasaan Gus Dur yang kutu buku, menurutnya ada faktor dari orangtuanya pula, yakni KH Wahid Hasyim dan Nyai Nafiqoh. Menurutnya, sejak dalam kandungan, Nyai Nafiqoh melakukan tirakat dengan berpuasa sembilan bulan penuh.
"Dan dari garis keturunan, keluarga Gus Dur memang bukan orang biasa," katanya.
Salah satu yang menjadi ciri khas Gus Dur adalah motor Vespa yang selalu dibawanya kemanapun pergi. Dengan Vespa itulah, Gus Dur kerap kali keluar pondok. "Vespanya warna hijau. Dan kemana saja, Gus Dur selalu membawa Vespa itu," kenangnya.
Dia juga tak menampik kemampuan bahasa yang dimiliki Gus Dur. Pernah dalam satu kesempatan, Gus Dur menerjemahkan pidato tamu dari Israel, Muhammad Tatut, yang menggunakan bahasa Arab. Selama dua jam, Gus Dur sukses menerjemahkan semua materi pidato itu.
Tak hanya ahli bahasa, Gus Dur juga memiliki jiwa seni yang terbilang bagus. Bahkan saat didapuk menjadi guru, Gus Dur sempat mengajar mata pelajaran Kesenian. "Dia juga pandai nyanyi. Bahkan soal olahraga, Gus Dur jagonya, terutama catur. Banyak buku yang dimiliki mengenai catur dan sepak bola. Buku-bukunya paling banyak di antara santri lainnya," tukasnya.
Untuk mengenang kepergian mantan kepala sekolah Mualimin Tembak Beras itu, di sekolahnya digelar tahlilan selama seminggu penuh. Tak hanya itu, saat Gus Dur dimakamkan, sekolah ini juga diliburkan.
"Ini sebagai penghormatan. Untuk alumni santri, murid dan kepala sekolah Mualimin Tambak Beras. Kami merasa kehilangan," tukasnya.
Sumber : Okezone.com
No comments:
Post a Comment