Monday, December 8, 2014

Lajnah Falakiyah Bukan Sekedar Hisab dan Rukyat

Dalam khutbah Jum'at 20 Juli kemarin, dengan gaya yang khas serta uraian yang singkat dan padat sebagaimana biasanya, Simbah KH Zainal Abidin Munawwir menyinggung tentang penentuan awal Ramadhan;

"Mengawali bulan dengan menggunakan rukyatul-hilal (melihat bulan) itu dasarnya al-Qur`an:
“يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ”
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. [Surat al-Baqarah (2) ayat: 189].
 Oleh karena (kemarin bulan) belum terlihat, maka kita akan memulai puasa Ramadlan besok Sabtu.
Metode hisab dasarnya bukan al-Qur`an. Apabila puasa ditentukan melalui hisab, maka justru akan memungkinkan lebih banyak perbedaan, sebab akan timbul hitungan hisab versi si Fulan, si Fulan dan seterusnya."



Demikian kira-kira alasan singkat tentang Rukyatul Hilal yang diamalkan warga Nahdliyyin. Lalu bagaimana menurut Ketua Umum Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama\, KH Ghazalie Masroeri, tentang rukyat?

www.dutaonline.com

“Sistem rukyat melahirkan berberapa pendapat. Di antaranya, pendapat yang mendasarkan pada ruang lingkup berlakunya rukyat, maka timbullah istilah: rukyat lokal, rukyat nasional, dan rukyat global. Kedua, pendapat yang mendasarkan pada ada atau tidak adanya persinggungan dengan hisab, maka timbullah: pendapat yang mendasarkan pada rukyat minus dukungan hisab dan pendapat yang mendasarkan pada rukyat plus dukungan hisab,”

“Meskipun terdapat keragaman, tetapi di dalam sejarah sejak zaman Sahabat hingga sekarang ternyata para khalifah, sultan, ulil amri menggunakan sistem rukyat sebagai dasar itsbat awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah,” tutur KH Ghazalie Masroeri.

“Sebagai konsekwensi dari prinsip ta’abbudiy, NU tetap menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li di lapangan, betapa pun menurut hisab hilal masih di bawah ufuk atau di atas ufuk tapi ghairu imkanir rukyat yang menurut pengalaman, hilal tidak akan kelihatan. Hal demikian ini dilakukan agar pengambilan keputusan istikmal itu tetap didasarkan pada sistem rukyat di lapangan yang tidak berhasil melihat hilal, bukan atas dasar hisab,” demikian tutur Kiai Ghazali.

Apakah itu berarti warga Nahdliyyin tidak menguasai Ilmu Hisab? www.nu.or.id

“Nahdlatul Ulama bisa membikin almanak untuk seratus tahun ke depan. Jangankan seratus tahun, bahkan seribu tahun pun bisa. Karena orang NU pun juga menguasai ilmunya.”

Demikian diungkapkan Kiai Ghazali saat Latihan Dasar Pemantapan Akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Ikatan Mahasiswa Nahdhiyyin Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (IMAN STAN) beberapa tahun lalu, senada dengan penyampaian beliau saat silaturahim lembaga, lajnah, dan banom di lingkungan NU dengan tema Menyambut Ramadhan 1433 H. Silaturahim ini bertujuan untuk menjelaskan kemungkinan perbedaan awal puasa yang mungkin terjadi.

“Orang selalu salah paham terhadap NU yang mengedepankan rukyat. Di zaman modern kok rukyat, bukan hisab. Itu kan tradisional. Orang seperti itu tidak tahu, justru NU itu gudangnya ahli hisab. Tapi ahli hisabnya NU pasti ahli rukyat. Saya juga perukyat, karena mata saya sudah begini, (kurang bisa melihat, red) jadi manager para perukyat.”

Di NU, sambung Kiai Ghazalie, berkumpul para ahli hisab, ahli rukyat, ahli astronomi, ahli fiqih. Mereka menyatu, kemudian mengadakan pertemuan-pertemuan untuk memprediksi penanggalan beberapa tahun yang akan datang. Mereka berpendidikan dalam dan luar negeri.

“Ada yang dari London, ada dari Prancis, ada dari ITB, latar belakang mereka adalah pesantren-pesantren NU,” tambahnya.

Hingga kini, sambung Ghazalie, Lajnah Falakiyah memiliki 500 cabang di seluruh Indonesia. Jika setiap cabang ada dua orang ahli hisab, setidaknya ada sekitar 1000 orang.

Di antara mereka juga menciptakan metode-metode baru misalnya Al-Mawaqit diciptakan Dr. Ir, Hafid. Ghazali Muhammad menciptakan Samrotul Fikr. Kemudian di antara mereka juga membuat karya tulis baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Arab.

Kemudian Kiai Ghazalie bercerita tentang sejarah pendirian Lajnah Falakiyah. Menurutnya, lajnah ini didirikan pada tahun 1984.

“Semula tugas-tugasnya ditangani langsung Syuriyah NU. Pada tahun itu, Wakil Rais Aam KH Rodhi Soleh punya gagasan membuat Lajnah Falakiyah, bukan Lajnah Hisab dan Rukyat. Jadi, mempunyai obsesi yang lebih jauh lagi. Lajnah Falakiyah bukan sekadar hisab dan rukyat.”

“Ini ada Pak Hendro Setyanto, Pengurus Lajnah Falakiyah. Ia sudah merancang NUMO (Nahdlatul Ulama Mobil Observatory). Dengan NUMO kita bisa mendeteksi benda-benda langit yang lain.”

Selain itu, Kiai Ghazalie mengajak kepada seluruh banom, lajnah, dan lembaga Nahdlatul Ulama untuk bisa bekerja sama dalam pembuatan almanak.




Foto: saya, KH Ghozalie Masroeri, Sdr. Khanan
Latihan Dasar Pemantapan Akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Ikatan Mahasiswa Nahdhiyyin Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (IMAN STAN) 2008, Masjid Uswatun Hasanah Pondok Jaya, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan.

---

No comments:

Post a Comment