Sunday, December 7, 2014

Masih Ada Kasta dalam Implementasi Remunerasi

Jakarta (Antara) - Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat mengakui bahwa implementasi remunerasi di sejumlah kementerian masih mengesankan ada kasta, satu kementerian sudah 100 persen tapi di kementerian lainnya penerapannya baru direncanakan 60 persen. 
Kenyataan ini menjadi bahan diskusi menarik di antara pejabat antarkementerian, karena ternyata implementasi remunerasi terasa masih dikotak-kotak, dikotomi bahkan ada kasta, kata Bahrul Hayat ketika memberikan arahan pada acara Rakor Implementasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Rencana Pemberian Tunjangan Kinerja terhadap Jabatan Fungsional Dosen, Guru, dan Pengawas di Jakarta, Rabu. 


Rakor itu sendiri diikuti oleh 325 peserta yang terdiri dari pejabat eselon II di PTAN, Kabag, dan Kasubag Perencanaan dan Kepegawaian di Kanwil Kemenag Provinsi. 
Acara tersebut dihadiri pejabat eselon II Pusat Kepala Biro Kepegawaian Mahsusi, Karo Ortala Muharam, Kepala Kerukunan Umat Beragama (KUB) Mubarok, Sesditjen Pendis Kamararuddin Amin, dan Karo Umum Burhanuddin dan sejumlah pejabat lainnya. 
Remunerasi adalah total kompensasi yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya. Bentuk remunerasi biasanya berupa penghargaan dalam bentuk uang (monetary rewards). Bisa pula dimaknai sebagai upah atau gaji. Dalam penerapannya, Bahrul menunjuk Kementerian Keuangan yang sejak awal sudah menerapkan remunerasi langsung 100 persen. Jadi, remunrasi itu sendiri sejatinya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. 
Apa alasan kementerian itu langsung menerapkan remunerasi 100 persen. Apa karena sebagai pengelola keuangan negara, seperti dari institusi pajak, bea cukai atau alasan lainnya? tanya Bahrul. Sedangkan di kementerian lain, yang menerapkan 60 persen remunerasi punya tanggung jawab ringan. Logika seperti itu tidak bisa digunakan. Hal itu sama saja dengan pengotak-kotakan peran birokrasi yang ke depan sejatinya harus lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, katanya lagi. 
Remunerasi, lanjut dia, dimaksudkan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan dilakukan dengan cara mendaftar, kementerian mana yang sudah siap melakukan dan kemudian ditunggu. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menurut dia, roda birokrasi harus dipaksa bergerak dengan baik. Hal itu dimaksudkan untuk membangun bangsa. 
"Penerapan remunerasi dan perbaikan birokrasi harus dipaksa. Jangan ada tawar-menawar. Kementerian mana yang sudah siap, lantas diberikan remunerasi," kata Bahrul. 
Hak pegawai negeri harus diberikan. Dan jangan tanya pula apakah remunerasi itu akan mengubah kinerja semakin baik. Itu sama saja dengan bertanya, mana telur dan ayam. Logika itu tak bisa dijadikan dasar untuk maju, kata Sekjen Kementerian Agama itu penuh semangat. 
Tidak Efisien

Ia mengakui bahwa birokrasi di sejumlah kementerian dewasa ini masih dirasakan belum efisien. Masih banyak pelayanan belum optimal disebabkan berbagai hal, seperti pegawai tidak mengawasi dirinya sendiri untuk berbuat baik dan menghindari tindakan luar kewajaran. 
Pegawai yang baik adalah bisa mengawasi dirinya sendiri untuk bekerja baik, katanya. Untuk itu ia berharap jika ada pelayanan terlalu panjang, meja birokrasi harus diperpendek. Jika pelayanan masih ada di bawah meja, harus diangkat ke atas meja. Pelayanan publik harus transparan dan efisien. 
Terkait dengan perbaikan birokrasi, Bahrul Hayat menyatakan paling tidak ada empat hal yang menjadi "ruh" bagi perbaikan birokrasi di lingkungan Kementerian Agama. Pertama adalah mereformasi wadah organisasi dan memberikan kejelasan siapa harus berbuat apa. Dengan kata lain, uraian jabatan harus dipertegas. 
Kedua, mereformasi Sumber Daya Manusia (SDM). Manajemen atau tata kelola SDM harus baik, mulai perekrutan hingga penempatan. Ketiga, mereformasi cara kerja atau dengan kata lain jalankan tugas harus jelas. Di sini ada proses bisnis, yang mengindahkan aspek standar operasional (SOP). Prinsip efisien waktu, biaya, SDM harus menjadi titik perhatian. Dan keempat adalah mereformasi pola pikir dan budaya kerja yang harus diarahkan lebih baik.(rr)

No comments:

Post a Comment