Monday, January 5, 2015

Kisah Kyai Abbas bin Abdul Jamil Dalam Tragedi 10 November

Haii sobat, ketemu lagi sama ane sang anak teknik dari unitomo surabaya. haahh,, kali ini ane mau nyeritain satu kisah yang sangat bersejarah, khususnya buat kota surabaya. hayoo yang anak surabaya, harus tau nie cerita bersejarah macam ini, masak sejarah kotanya sendiri kagak tau,, heheh canda kok. kalopun tidak tahu itu wajar, karna mungkin kejadian ini bertepatan dengan tragedi 10 november, pada hari itu atau pas tragedi itupun terjadi , kiat nama yang selalu muncul di benak arek suroboyo atau anak surabaya adalah pahlawan kota sang pemberi semangat yaitu Sutomo atau akrab disebut bung tomo,
karena pidatonya yang sangat berpengaruh terhadap pemuda surabaya untuk melawan penjajah pada waktu itu. Berkat pidato tersebut, arek-arek suroboyo menjadi bersemangat menentang penjajah, dan akhirnya pada tahun 1945 indonesia merdeka. hahh..cerita tentang bung tomo saya udah kan, saya lanjut cerita yang saya maksud diatas.


Kyai Abbas bin Abdul Jamil 


Dibalik peristiwa dahsyat 10 november 1945 yang kemudian dikenal sebagai  "Hari Pahlawan" itu, sejarah mencatat nama seorang tokoh nama ulama dari kota Cirebon yangs aat itu kedatangannya dikota Surabaya amat dinantikan. Bahkan, saat Bung Tomo datang berkonsultasi kepada K.H Hasyim Asy'ari guna meminta restu dimulainya perlawanan terhadap tentara sekutu, Kyai Hasyim menyarankan agar perlawanan baru akan dimulai saat ulama dari Cirebon sudah datang. Ulama yang dimaksud adalah K.H Abbas, pengasuh pesantren Buntet, Cirebon.

Beliau adalah Kyai Abbas bin Abdul Jamil, lahir ju'mat 24 dzhullhijah 1300H (Tahun1879M), di Pekalangan , Cirebon, Jawa Barat. Ia adalah putra sulung Kyai Abdul Jamil, Putra Kyai Muta'ad, sedangkan Kyai Muta'ad adalah menantu Mbah Muqqayim (pendiri pesantren Buntet Cirebon).

(Berikut kisah perjalanan Kyai Abbas bin Abdul Jamil dari Cirebon ke Surabaya, diambil dari penuturan Abdul Wachid, salah seorang pengawal Kyai Abbas bin Abdul Jamil)

Ribuan Alu Beterbangan

Pada hari itu, kalau tidak salah tanggal 6 november 1945, saya dengan 3 orang, yaitu Usman, Abdullah, dan Sya'rani, mendapat tugas dari Detasemen Hizbullah Resimen XII/SGD untuk mengawal Kyai Abbas bin Abdul Jamil ke front Surabaya.
Pada jam 06.30, rombongan kami, dengan diiringi pasukan Hizbullah Resimen XII/SGD Divisi I Syarief Hidayat, meninggalkan markas Detasemen menuju stasiun Prujakan Cirebon. dalam rombongan kami, selain tiga pengawal serta Kyai Abbas bin Abdul Jamil, juga ikut K.H Achmad Tamin dari Losari sebagai pendamping Kyai Abbas. Selanjutnya kami naek kereta api Express.

Waktu itu Kyai Abbas mengenakan jas buka abu-abu, kain sarung plekat bersorban, dan beralas kaki terompah (sandal jepit kulit). Beliau menyerahkan sebuah kantung kepada saya. Saya merabanya ternyata isinya sandal bakyak. saya sempat heran bahkan tertawa sendiri, untuk apa bakyak ini? Bukankah Kyai sudah memakai terompah? atau senjata perang? masa, senjata kok bakyak?

Sekitar pukul 17.00, kereta api yang kami tunggangi masuk stasiun Rembang, Jawa Tengah. ternyata sudah banyak orang yang menunggu. Lalu kami diantar ke Pondok Pesantren kyai Bisri di Rembang,. malam harinya, ba'da sholat isya, para ulama yang jumlahnya kurang lebih dari 15 orang, mengadakan musyawarah untuk menentukan komando atau kepemimpinan di Surabaya. hasil musyawarah memutuskan, komando pertempuran dipercayakan kepada Kyai Abbas.

Ba'da sholat shubuh, Pondok Pesantren Rembang sudah ramai, para santri sudah siap berangkat ke Surabaya. saat itu banyak yang berseragam Hizbullah. Dihalaman masjid sudah ada dua mobil sedan kuno berkapasitas empat orang penumpang. Kyai Abbas memanggil saya dan rekan-rekan pengawal dari cirebon dan miminta bingkisan (Bakyak) yang dititipkannya kepada saya. Kyai Abbas juga menyuruh kami, pengawal dari cirebon, untuk tidak kemana-mana sampai kembalinya dari Surabaya.

Setelah itu, Kyai Abbas naik salah satu mobil Kyai Bisri di jok belakang, sementara Kyai Achmad Tamin duduk didepan dengan sopir. Sedang sedan yang satunya lagi berpenumpang empat orang Kyai yang saya sendiri tidak tahu namanya. Dengan diiringi pekik Takbir "Allahu Akbar" dan pekik "Merdeka" !! yang saling bersahutan, rombongan Kyai itu perlahan bergerak meninggalkan Pondok Pesantren Rembang.

Setelah Hampir sepekan kami berada di Pondok Pesantren Rembang, beberapa laskyar Hizbullah yang merupakan santri Pondok Pesantren Rembang datang. kedatangannya disambut oleh para santri, termasuk juga kami. Mereka pun langsung diberondong tentang pertanyaan situasi-situasi peperangan di Surabaya.

Menurut cerita Santri Rembang yang baru datang tersebut, begitu rombongan para Kyai tersebut datang, mereka langsung disambut dengan gemuruh takbir dan pekik merdeka. para Kyai langsung masuk ke masjid dan melakukan shalat sunah. Usai Sholat sunnah, Kyai Abbas memerintahkan pada laskyar dan para pemuda yang akan berjuang untuk mengambil air wudhu dan meminum air yang telah didoai.

Tak menunggu lama mereka langsung mengambil air wudhu disana. Ada dari mereka yang mungkin merasa kurang dengan hanya berwudhu hingga menerjunkan diri masuk dalam kolam. Kemudian, bagaikan lebah keluar dari sarangnya,. pemuda-pemuda dari segala lapisan badan Perjuangan Arek-Arek Suroboyo menyerbu Belanda dengan diiringi takbir dan pekik merdeka yang bergemuruh dipenjuru kota Surabaya yang disambut dengan rentetan tembakan gencar dari Serdadu Belanda.

Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, terutama dari pihak kita. yang hanya bersenjata bambu runcing, pentungan, atau golok seadanya, yang disongsong dengan smeburan peluru dari berbagai senjata otomatis modern, sungguh tragis dan mengerikan. "kami dengan para Kyai berada di tempat yang agak tinggi, jadi jelas sekali dapat meilaht keadaan dibawah sana". Kata salah seorang Santri Rembang yang ternyata pengawal Kyai Bisri Rembang.

Saat itu, Santri Rembang itu melanjutkan ceritanya, Kyai Abbas mengenakan alas kaki bakyak berdiri tegak dihalaman masjid sambil berdoa dengan menengadahkan kedua tangannya kelangit. "Saya melihat dengan kedua mata kepala saya sendiri keajaiban yang luar biasa. Beribu-ribu alu (penumbuk padi) dan lesung (tempat padi saat ditumbuk) dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menerjang serdadu-serdadu Belanda. Suaranya bergemuruh bagaikan air bah sehingga Belanda kwalahan dan merekapun mundur  ke kapal induk mereka".

Pesawat Meledak Sebelum Beraksi

Tidak lama kemudian, pihak sekutu mengirim pesawat Bomber Hercules. Tapi Pesawat itu tiba-tiba meledak di udara sebelum beraksi. Kemudian beberapa pesawat sekutu berturut-turut datang lagi yang maksudnya akan menjatuhkan Bom-Bom untuk menghancurkan kota Surabaya, namun pesawat-pesawat tersebut itupun mengalami nasib yang sama, meledak diudara sebelum beraksi.

"Disitulah kehebatan Kyai Abbas bin Abdul Jamil yang saya saksiakn sendiri". kata Santri Rembang meyakinkan para santri lainnya saat itu. Keesokan harinya, iya melanjutkan kesaksiaanya, Pihak musuh datang lagi berbondong-bondong. Dengan menggunakan Tank-Tank dan truk-truk, mereka menyerang kubu-kubu pertahanan laskyar kita dengan iringan dentuman kanon dan mortir serta rentetan tembakan-tembakan dari pesawat udara yang cukup banyak jumlahnya. Tentara dan laskyar kita banyak yang gugur dan terpaksa mundur dipinggir kota Surabaya. Menjelang malam hari tiba, pertempuran mereda. hanya beberapa tembakan kecil yang masih terdengar disana sini.

Kemudian kami diperintahkan pulang oleh Kyai Bisri untuk menyampaikan berita keadaan difront Surabaya kepada keluarga dan warga Pondok Pesantren bahwa pak Kyai (Kyai Bisri) dan para alim ulama lainnya dalam kedaan selamat, sehat wal afiat. Warga pondok dan masyarakat rembang diminta untuk berdoa kepada Allah SWT atas pelindungan, keselamatan, dan kemenangan bagi para pejuang kita yang sedang dalam pertempuran melawan dan mengusir penjajah Belanda dari Bumi Indonesia.

Tiga hari kemudian, menjelang pagi, Kyai Abbas bin Abdul Jamil dengan pendampingnya, Kyai Achmad Tamin dan Kyai Bisri Rembang serta beberapa Kyai lainnya datang. Dari mereka, kami tidak banyak memperoleh informasi tentang kejadian Surabaya. Setelah subuh, kami para pengawal dari Cirebon, diperintahkan berkemas-kemas untuk pulang kembali ke Cirebon. Dengan menumpang Kereta Api Express, pukul 06.00, kami bertolak meninggalkan Rembang dan tiba di Cirebon dengan selamat sekitar pukul 17.30. Sepanjang perjalanan dari Rembang ke Cirebon, tidak banyak yang kami bicarakan. Tampaknya Kyai Abbas dalam kelelahan dan mengantuk yang sangat teramat. Selama di Surabaya Kyai Abbas kurang istirahat dan kurang tidur.

Tetapi sesampainya Di Cirebon, Beliau menceritakan banyak hal tentang perang tersebut, serdadu belanda mundur, dan akhirnya perang dimenangkan oleh para kyai dan semua pahlawan dari surabaya. 

No comments:

Post a Comment