Kritik Wahaby: Ibadah dan Bid’ah
Ada sementara orang terjebak dalam memahami ibadah. Dikiranya
ibadah itu hanyalah ibadah mahdah saja. Ibadah mahdah (atau ibadah
khusus) adalah ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai
dengan syariat.
Mereka lupa bahwa hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah. Maka segala bentuk tindakan, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan segala tindak tanduk kita akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk beribadah. Sedangkan membedakan urusan agama (ibadah) dengan urusan dunia itu adalah konsep sekuler, yang dianut oleh orang-orang Eropa saat ini. Dan itu bukan konsep ibadah dalam islam.
Selain ibadah mahdah, ada ibadah ghairu mahdah (ibadah umum). Ibadah ghairu mahdah bisa bercampur dengan perbuatan-perbuatan duniawi kita. Ibadah ghairu mahdah dapat terkandung (bahkan menjiwai) di dalam kita berhubungan dengan antar umat manusia (muamalah). Selain ibadah mahdah yang memang telah diperintahkan-Nya, alangkah ruginya orang islam jika melakukan kegiatan-kegiatan duniawinya tanpa berniat ibadah kepada Allah swt. Padahal Allah sendiri telah menjamin nilai pahalanya.
Ibadah ghairu mahdah (umum) ada hujahnya di dalam al Qur’an dan/atau sunnah Nabi saw. Tetapi tata-cara, syarat rukun pelaksanaannya tidak diatur. Ada yang berupa kebaikan-kebaikan amal, fadhilah, keutamaan-keutamaan, dan amalan sunnah seperti dzikir, sholawat, dsb. Ada juga yang berupa kegiatan-kegiatan duniawi yang diniatkan ibadah, seperti bekerja, makan minum, berkunjung, arisan, dll. Hal itu diperbolehkan sepanjang itu tidak melanggar aturan syara’.
Cara pandang yg berbeda tentang konsep ibadah inilah yang menyebabkan konsep bid’ah menjadi berbeda dengan kaum salafy/wahaby.
Mereka menganggap bahwa ibadah hanya mahdah saja, termasuk yang merupakan fadlilah-fadlilah amal, dzikir, dsb. Sehingga mereka menuntut/menunggu dalil perintah, tata cara, syarat, rukun mengenai amalan-amalan dzikir, fadlilah2 amal, dll. Sedangkan kegiatan duniawi menurut mereka adalah bukan masalah ibadah.
Demikian serapan kami setelah membaca pendapat-pendapat mereka tentang bid’ah dan ibadah. Ini seperti konsep sekuler sebagaimana diterangkan di atas.
Berikut kutipan salah satu contoh artikel wahaby yang menyiratkan hal tersebut. Di bagian pendahuluan tertulis,
Maka tulisan selanjutnya sudah diduga. Banyak hal-hal yang wahaby anggap bid’ah (yg sesat). Sementara para ulama ahlus sunnah wal jamaah menganggap itu bukan bid’ah. Atau kalaupun itu perkara baru, maka bukan bid’ah yang haram, menurut pembagian Imam Syafi’y.
Sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perkara baru dalam urusan duniawi, maka banyak pula perkara-perkara baru yang dapat bernilai ibadah, yang adalah ghairu mahdah (umum). Ada bank syariah, ada organisasi, ada partai politik, dll. Ada macam-macam kegiatan seperti arisan keluarga, peringatan ulang tahun, ulang tahun anak, Ulang tahun proklamasi, dll, termasuk ulang tahun baginda Nabi saw (Maulid). :-)
Dengan demikian, bahwa
Selanjutnya, dengan semakin banyaknya perkara-perkara baru di dunia ini, ketika kami yang awam ini tidak mampu menggali hukum sendiri, maka mengikut para ulama adalah cara terbaik. Bermakmum kepada salafus shaleh, kepada para ulama ahlus sunnah waljamaah yang sudah teruji madzabnya tidak lekang ditelan zaman. Itulah yang pendapat-pendapatnya antara lain termaktub di sini.
Ada contoh bagaimana berbagai macam bid’ah dapat terjadi di dalam hanya satu kegiatan duniawi (yaitu makan), di sini. Sedangkan kita tahu, makanpun dapat bernilai ibadah.
Wallahu a’lam.
Mereka lupa bahwa hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah. Maka segala bentuk tindakan, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan segala tindak tanduk kita akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk beribadah. Sedangkan membedakan urusan agama (ibadah) dengan urusan dunia itu adalah konsep sekuler, yang dianut oleh orang-orang Eropa saat ini. Dan itu bukan konsep ibadah dalam islam.
Selain ibadah mahdah, ada ibadah ghairu mahdah (ibadah umum). Ibadah ghairu mahdah bisa bercampur dengan perbuatan-perbuatan duniawi kita. Ibadah ghairu mahdah dapat terkandung (bahkan menjiwai) di dalam kita berhubungan dengan antar umat manusia (muamalah). Selain ibadah mahdah yang memang telah diperintahkan-Nya, alangkah ruginya orang islam jika melakukan kegiatan-kegiatan duniawinya tanpa berniat ibadah kepada Allah swt. Padahal Allah sendiri telah menjamin nilai pahalanya.
Ibadah ghairu mahdah (umum) ada hujahnya di dalam al Qur’an dan/atau sunnah Nabi saw. Tetapi tata-cara, syarat rukun pelaksanaannya tidak diatur. Ada yang berupa kebaikan-kebaikan amal, fadhilah, keutamaan-keutamaan, dan amalan sunnah seperti dzikir, sholawat, dsb. Ada juga yang berupa kegiatan-kegiatan duniawi yang diniatkan ibadah, seperti bekerja, makan minum, berkunjung, arisan, dll. Hal itu diperbolehkan sepanjang itu tidak melanggar aturan syara’.
Cara pandang yg berbeda tentang konsep ibadah inilah yang menyebabkan konsep bid’ah menjadi berbeda dengan kaum salafy/wahaby.
Mereka menganggap bahwa ibadah hanya mahdah saja, termasuk yang merupakan fadlilah-fadlilah amal, dzikir, dsb. Sehingga mereka menuntut/menunggu dalil perintah, tata cara, syarat, rukun mengenai amalan-amalan dzikir, fadlilah2 amal, dll. Sedangkan kegiatan duniawi menurut mereka adalah bukan masalah ibadah.
Demikian serapan kami setelah membaca pendapat-pendapat mereka tentang bid’ah dan ibadah. Ini seperti konsep sekuler sebagaimana diterangkan di atas.
Berikut kutipan salah satu contoh artikel wahaby yang menyiratkan hal tersebut. Di bagian pendahuluan tertulis,
Banyak orang yang mencampuradukkan antara ibadah dengan yang lainnya, dimana mereka berupaya membenarkan bid’ah yang dilakukan dengan menggunakan dalil kaidah, hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh !Ada banyak artikel senada.
Kaidah tersebut adalah kaidah ilmiah yang benar. Tapi penempatannya bukan dalam masalah ibadah. Sesungguhnya kaidah tersebut berkaitan dengan keduniawian dan bentuk-bentuk manfaat yang diciptakan Allah ta’aala padanya. Bahwa hukum asal dari perkara tersebut adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya.
Maka tulisan selanjutnya sudah diduga. Banyak hal-hal yang wahaby anggap bid’ah (yg sesat). Sementara para ulama ahlus sunnah wal jamaah menganggap itu bukan bid’ah. Atau kalaupun itu perkara baru, maka bukan bid’ah yang haram, menurut pembagian Imam Syafi’y.
Sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perkara baru dalam urusan duniawi, maka banyak pula perkara-perkara baru yang dapat bernilai ibadah, yang adalah ghairu mahdah (umum). Ada bank syariah, ada organisasi, ada partai politik, dll. Ada macam-macam kegiatan seperti arisan keluarga, peringatan ulang tahun, ulang tahun anak, Ulang tahun proklamasi, dll, termasuk ulang tahun baginda Nabi saw (Maulid). :-)
Dengan demikian, bahwa
hukum asal dari suatu perkara adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnyaTetap berlaku untuk ibadah-ibadah umum.
Selanjutnya, dengan semakin banyaknya perkara-perkara baru di dunia ini, ketika kami yang awam ini tidak mampu menggali hukum sendiri, maka mengikut para ulama adalah cara terbaik. Bermakmum kepada salafus shaleh, kepada para ulama ahlus sunnah waljamaah yang sudah teruji madzabnya tidak lekang ditelan zaman. Itulah yang pendapat-pendapatnya antara lain termaktub di sini.
Ada contoh bagaimana berbagai macam bid’ah dapat terjadi di dalam hanya satu kegiatan duniawi (yaitu makan), di sini. Sedangkan kita tahu, makanpun dapat bernilai ibadah.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment