Suatu hari di tahun 1990-an, KH M Sya’roni
Ahmadi mengadu kepada gurunya, KH Bisri Musthofa, ayahanda Gus Mus,
tentang keinginan berangkat ke tanah suci yang belum juga terpenuhi.
Singkat cerita, KH Bisri Musthofa memberikan trik khusus kepada murid
kesayangannya itu supaya keinginan untuk beribadah ke tanah suci segera
terwujud.
KH. Sya’roni pun segera mengamalkan apa
yang dipesankan oleh sang guru, yakni salat Tahajjud setiap malam, cukup
dua rakaat, membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas. Setelah salam
mewirid istighfar 70 kali, selawat nabi 100 kali, serta lafal “yaa
syakuur” 1000 kali. KH. Sya’roni benar-benar mengamalkannya dengan
istiqamah setiap malamnya.
Sampai tiba suatu hari, KH. Sya’roni
didatangi tamu seorang lelaki muda, gagah dan tampan yang tak dikenal.
Rupanya, ia merupakan alumni madrasah Qudsiyyah Kudus. Kepada beliau,
lelaki ini mengaku bahwa saat itu tengah menjabat sebagai seorang
petinggi kolonel.Tiba-tiba lelaki tadi bertanya,
"Apakah KH. Sya’roni masih mengajar di Qudsiyyah."
Jawabannya
“masih”.
Lalu kolonel tadi kembali bertanya,
“naik apa?”.
KH. Sya’roni agaknya merasa aneh dengan
pertanyaan ini, sebab dengan posisi tempat tinggal dan madrasah yang tak
jauh, tentu saja tidak ada jawaban lain selain
“sepeda,” yang pantas untuk jawaban saat itu.Tak pernah menyana sebelumnya, setelah mendengar jawaban
“sepeda”, kolonel muda itu berujar dengan nada yang amat serius,
“Bagaimana kalau Bapak Sya’roni saya belikan mobil?”
KH. Sya’roni terdiam. Betapa berbudinya
‘bekas murid’ yang satu ini. Lama tidak pernah bertemu, kini jauh-jauh
mendatangi guru masa kecilnya untuk menawari sebuah mobil gratis. Sebuah
mobil yang dimaksud mengganti sepeda tua untuk berangkat mengajar ke
madrasah. Cukup geli rasanya mengingat betapa biasanya murid di
madrasahnya sering menunggak SPP. Sekarang malah ada murid yang menawari
mobil baru gratis. KH. Sya’roni menangis, terharu dengan tingkah
kolonel santun ini.Tak ingin berlama-lama hanyut dalam keharuan,
KH. Sya’roni kemudian memutuskan untuk ‘menawar’ bakal hadiahnya.
“Kalau misalkan saya minta ganti selain mobil, bisa nggak?” tawar KH. Sya’roni pada kolonel muda.
“Selain mobil, emm… apa itu?” tanya kolonel.
“Naik haji,” jawab KH. Sya’roni mantab.
“Oh, tentu saja bisa.”
Jawaban kolonel ini sekaligus menjawab doa KH Sya’roni selama
bertahun-tahun. Akhirnya, beliau membuktikan sendiri bahwa lafal “yaa
syakuur” yang diijazahkan oleh KH Bisri Musthofa memang mujarab. Setelah
sukses mengamalkan “yaa syakuur” sendiri, beliau mengajak keluarganya
untuk turut juga mengamalkannya setiap malam. Dan benar, beberapa tahun
kemudian, KH Sya’roni berangkat ke tanah suci untuk yang kedua kali.
Beliau diajak oleh seorang aghniya’. Jika yang pertama dulu beliau
berangkat sendiri, maka yang kedua ini beliau berangkat bersama
istrinya. Dan tentunya, tanpa biaya, berkat “yaa Syakuur”. Begitu, Allah
memberikan jalan bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya, dengan perantara
yang kadang tak terduga, termasuk wirid “yaa Syakuur”.
Dan kini, Mustasyar PBNU itu mengajak kita untuk bersama-sama turut
juga mengikuti jejaknya, mengamalkan wirid “yaa Syakuur”, agar segera
memenuhi panggilan ke Baitullah. Tentu saja, dengan tanpa meninggalkan
rangkaian amalan sebelumnya yang juga diamalkan oleh KH. Sya’roni secara
tekun dan niat yang ikhlas.
Sumber : Ditulis berdasarkan mauidhoh hasanah yang disampaikan KH Sya’roni Ahmadi pada peringatan harlah Madrasah NU Mu’allimat Kudus di gedung JHK, Kudus, Rabu Pon/12 Muharrom 1436 H
Simak di: http://www.sarkub.com/2014/kesaktian-lafal-yaa-syakuur/#ixzz3KuPxUz8l
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
No comments:
Post a Comment