Tuesday, December 2, 2014

FIQIH SIYASAH & JIHAD

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam diperuntukkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat dari alam kegelapan pada alam yang penuh cahaya ilmu pengetahuan dengan menyampaikan sakwah Islamiyah di permukaan bumi ini untuk kemaslahatan manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Penulis menyusun makalah yang berjudul “Fiqih Siyasah & Jihad”. Adapun tujuan penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Agama 2 (Fiqih). Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sangat berperan penting dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya  Bapak Arif Marsal, Lc., M.A sebagai dosen dari mata kuliah Agama 2 (Fiqih) yang telah memberikan ilmu serta bimbingannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis merasa bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya. Penulis minta maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penyususnan makalah ini.

Pekanbaru,    Maret 2014

                                                                                   
                                                                                              Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………   i
DAFTAR ISI  …………………………………………………………………     ii
                                                                                                                                                                            
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang     ….……………………………………………………….     1
B. Rumusan Masalah     ……………………………………………………….     1

BAB 2: PEMBAHASAN
1.   Fiqih Siyasah
A. Komponen-komponen Dasar Fiqih Siyasah    …………………………..     2
B. Bidang-bidang Fiqih Siyasah   ………………………………………….     3
C. Hubungan antara Fiqih Siyasah dengan Islam     ……………………….     11
D. Manfaat Mempelajari Fiqih Siyasah     ………………………………….     12

2.   Jihad
      A. Pengertian Jihad      ……………………………………………………..     13
      B. Dasar-dasar Jihad     …………………………………………………….     14
      C. Syarat Jihad      ………………………………………………………….     16
      D. Rukum Jihad     …………………………………………………………     16
      E. Macam-macam Jihad     …………………………………………………     17
      F. Pendapat Ulama      ………………………………………………...........     18

BAB 3: PENUTUP
1.   Kesimpulan        ……………………………………………………………     22

KATA PENGANTAR     …………………………………………………….     23




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fiqih Siyasah adalah bukan kajian yang baru di antara ilmu pengetahuan yang lainnya, keberadaan Fiqih Siyasah sejalan dengan perjalan agama Islam itu sendiri. Karena Fiqih Siyasah ada dan berkembang sejak Islam menjadi pusat kekuasaan dunia. Perjalanan hijrahnya Rasullulah ke Madinah, penyusunan Piagam Madinah, pembentukan pembendaharaan Negara, pembuatan perjanjian perdamaian, penetapan Imama, taktik pertahanan Negara dari serangna musuh yang lainnya. Pembuatan kebijakan bagi kemaslahatan masyrakat, umat, dan bangsa, dan kemudian pada masa itu semua dipandang sebagai upaya-upayah siyasah dalam mewujudkan Islam sebagai ajaran yang adil, memberi makna bagi kehidupan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajaranya, alqur’an dan hadist tampak ideal dan agung, Di dalam Al-qur’an dan Hadist Allah memerintahkan berjihad untuk menegakkan syariat islam sebagaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun Allah juga memerintahkan untuk saling mengasihi dan menghormati antar umat beragama, jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara yang sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, mensucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang akan di bahas meliputi mengkhususkan pembahasan fiqh siyasah berdasarkan :
1.      Apa sajakah komponen dasar fiqih siyasah?
2.      Bagaimanakah pembagian bidang-bidang fiqih siyasah?
3.      Apa pengertian jihad?
4.      Bagaimana hukum serta pendapat ulama tentang jihad?
BAB II
PEMBAHASAN
1.       Fiqih Siyasah
A.    KOMPONEN-KOMPONEN DASAR FIQIH SIYASAH
Fiqih Siyasah adalah mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan. Yakni, pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara’. Sehingga dengan memahami fiqih siyasah di harapkan dapat membawa kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam objek kajiannya fiqih siyasah meliputi pengaturan hubungan antara warga negara dengan warga negara, pengaturan dan perundangan-undangan yang dituntut oleh hal ihkwal kenegaraan dari segi persesuaiannya dengan pokok-pokok agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pembidangan fiqih siyasah yang terlihat dalam kurikulum fakultas syari’ah, yang membagi fiqih siyasah kedalam empat bidang, yaitu:
1.      Fiqh Dustury
2.      Fiqh Dawly
3.      Fiqh Maliy
4.      Fiqh Harby

Nilai-Nilai Dasar Fiqih Siyasah
Berkenaan dengan kehidupan bernegara, al-qur’an dalam batas-batas tertentu, tidak memberikan pemberian, Al-Qur’an hanya memaktubkan tata nilai, demikian juga Al-Sunnah. Dikemukakan beberapa firman Allah dan sabda Nabi yang dianggap berkaitan degan ikhwal fiqh siyasah syar’iyyah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, dikutip dari beberapa pendapat ulama tentang fiqh siyasah sayr’iyyah.
1.      Dasar Al-Qur’an Al-Karim
a.       Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tertuang dalam al-qur’an yang artinya: Sesungguhnya umat kamu ini umat yang satu, dan aku Tuhan kamu bertaqwalah kamu kepada-Ku.
b.      Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan dan menyelengarakan masalah yang bersifat ijtihadiyah. (Qs. Al-Syura : 38).
c.       Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hokum secara adil. (Qs. An Nisa’ : 58).
d.      Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah, dan Ulil Al-Amr (pemegang kekuasaan). (Qs. An-Nisa’ : 59).
e.       Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam (qs. Al-Hujurat:9).
f.       Kemestian mempertahankan kedaulatan Negara.(Qs.Al-Baqarah: 190).
g.      Kemestian mementingkan perdamaian dari pada permusuhan. (Qs: Al-Anfal:61).
h.      Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa. (Qs: Al-Hujurat: 13).
2.      Dasar dari Al-Sunnah
a.       Keharusan mengangkat pemimpin.
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, apabila tiga orang keluar untuk berpergian, maka hendaklah salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka.”
b.      Kemestian pemimipin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
c.       Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan antara pemimpin dan pengikut.
d.      Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai, artinya tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyerang, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk berlindung.
e.       Kemestian pemimpin untuk berlaku adil dan dengan itu kemuliannya tidak hanya dihormati manusia dalam kehidupan dunia, tetapi dihormati Allah dalam kehiupan akhirat.
3.      Dasar dari Pendapat Ulama
Kebanyakan ulama sepakat mengenai kemestian menyelenggarakan siyasah, kesepakatan-kesepakatan tersebut terangkum dalam pernyataan Ibn al-Qayyim: Tidak ada siyasah kecuali dengan syara.

B.     BIDANG-BIDANG FIQIH SIYASAH
Fiqih Siyasah adalah bagian dari ilmu fiqih, namun obyek pembahasannya tidak hanya terfokus pada satu aspek atau pada satu bidang saja. Pembidangan tersebut dapat dipersempit kepada empat bidang saja.
Sumber-sumber fiqih siyasah adalah ditetapkan berdasarkan beberapa sumber berikut ini:
a.       Al-qur’an, yaiut ayat-ayat yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat.
b.      Al-hadits, terutama hadits-hadits yang berhubungan dengan imamah dan kebijaksanaan-kebijaksanaan Rasul Saw di dalam menerapkan hukum di Negeri arab.
c.       Kebijakan-kebijakan khulafa Rasyidin di dalam mengendalikan pemerintahan, meskipun mereka mempunyai perbedaan di dalam mengendalikan pemerintahannya sesuai dengan pembawaan sifat dan wataknya masing-masing
d.      Ijtihad ulama di dalam mencapai kemaslahataan umat, misalnya haruslah terjamin dan terpelihara dengan baik.
e.       Adat kebiasaan suatu Bangsa, yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadits. Ada kemungkinan adat kebiasaan semacam ini tidak tertulis yang disebut konversi.

A.      Bidang Fikih Siyasah Dusturiyah
Fiqih Siyasah Dusturiyah adalah siyasah yang berhubungan dengan peraturan dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaanya yang lazim bagi pelaksanaan urusan umat, dan ketetapan hak-hak yang wajib bagi individundan masyarakat, serta hubungan antara penguasa dan rakyat. Dengan kata lain yakni yang mengatur hubungna antar warga negara dengan lembaga negara yang satu dengan warga negara dan lembaaga negara yang lain dalam batas-batas admistrasi suatu negara. Oleh karena itu biasanya dibatasi hanya membahas persoalan pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemasyarakatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
Fiqih Siyasah Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks, secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)      Persoalan dan ruang lingkup (pembahasan)
Membahas tentang imam, rakyat, hak dan kewajibanya, permasalahan Bai’at, Waliyul Ahdi, perwakilan dan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi.
b)      Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
Imamah atau imam di dalam Al-Qur’an pada umumnya , kata-kata imam menunjukan kepada bimbingan kepada kebaikan. Firman Allah:




Artinya: dan orang orang yang berkata: "ya tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Adapun hak-hak imam adalah menurut Al-Mawardi menyebutkan dua hak imam, yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu . Akan tetapi, berdasarkan dari sejarah ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak untuk mendapatkan imbalan dari harta Baitul Mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukannya sebagai imam. Dan kewajiban-kewajiban imam adalah sebagai berikut, diantaranya:
2.      Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa-apa yang telah disepakati oleh umat.
3.      Menetapkan hukum-hukum diantara orang-orang yang bersengketa, dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
4.      Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
5.      Menegakkah hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan memelihara hak-hak hambah dari kebinasaan dan kerusakan.
6.      Mencegah tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau no muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim.
c)      Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya
Rakyat terdiri dari Muslim dan non Muslim, adapun hak-hak rakyat, Abu A’la al-Maududi menyebutkan bahwa hak-hak rakyat adalah sebagai berikut:
1.      Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatannya.
2.      Perlindungan terhadap kebebasan pribadi.
3.      Kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan.
4.      Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan kepercayaan.
Abdul Kadir Audah menyebutkan dua hak, yaitu: hak persamaan dan hak kebebasan, beraqidah, berbicara, berpendidikan dan memiliki . Sedangkan kewajiban rakyat adalah untuk taat dan membantu serta berperan serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama. Apabila kita sebut hak imam adalah ditaati dan mendapatkan bantuan serta partisipasi secara sadar dari rakyat, maka kewajiban dari rakyat untuk taat dan membantu serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama.
d)     Persoalan Bai’at
Bai’at (Mubaya’ah), pengakuan mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh Ahl Al-Hall Wa Al-Aqd dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan. Diaudin Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun tentang bai’at ini, dan menjelaskan:
“Adalah mereka apabila mem Bai’at-kan seseorang amir dan mengikat perjanjian, mereka meletakkan tangan-tangannya untuk menguatkan perjanjian. Hal itu serupa dengan perbuatan sipenjual dan si pembeli. Karena itu dinamakan dia bai’at”.
Informasi tentang Bai’at ini terdapat dalam firman Allah:
Artinya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.(Qs.Al-Fath: 10)
e)      Persoalan Waliyul Ahdi
Imama itu dapat terjadi dengan salah satu cara dari dua cara: Pertama dengan pemilihan Ahl Al-Hall Wa Al-Aqdi dan Kedua dengan janji (penyerahan kekuasaan) imam yang sebelumnya. Cara yang kedua yang dapat dimaksudkan dengan waliyul ahdi. Hal ini didasarkan pada: Abu Bakar r.a menunjuk Umar ra. Yang kemudian kaum Muslimin menetapkan keimanan (imamah) umar dengan penunjukan Abu Bakar tadi . Sementara Qadli Abu Ya’la menjelaskan bahwa waliyul ahdi dapat dilaksanakan kepada oranag yang masih mempunyai hubungan nasab, baik garis lurus keatas, maupun garis lurus kebawah dengan syarat: orang yang ditunjuk itu memenuhi persyaratan imam, karena imama tidaklah terjaidi karena semata-semata penunjukan, akan tetapi imama itu terjadi karena persetujuan kaum muslimin. Jadi waliyul ahdi adalah penyerahan kekuasaan yang dilkukan baik secara musyawarah atau berdasarkan hubungan nisab.
f)       Persoalan perwakilan dan Ahlul Halli Wal Aqdi
Beberapa persyaratan yang dapat dijadikan perwakilan, sehingga bisa memberikan suatu keputusan, diantaranya:
1.      Pemimpi yang dipilih dilaksanakan dnegan cara musyawarah antara para tokoh dan wakil umat.
2.      Yang mengangkat itu adalah para wali umat dan tokoh-tokoh masyarakat. Jadi, sistem perwakilan sudah dikenal dan dilaksanakan pada waktu itu.
3.      Didalam musyawarah, terjadi dialog dan bahkan diskusi untuk mencari solusi terbaik di dalam menentukan siapakah calon pemimpin yang paling memenuhi permusyawaratan.
4.      Sedapat mungkin di usahakan kesepakatan dan tidak menggunakan voting.
5.      Al-Sultah Al-Mu’ Raqabah (lembaga pendidikan)
Sedangkan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi adalah tampak hal-hal sebagai berikut:
1.      Adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai wewenang untuk memilih dan membai’at imam.
2.      Mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.
3.      Mempunyai wewenang membuat undang-undang yang mengikat kepada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-Qur’an dan Hadits.
4.      Merupakan tempat konsultasi imam di dalam menentukan kebijaksanaannya.
5.      Mengawasi jalannya pemerintahan.
g)      Persoalan Wuzaroh (Kementerian) dan Perbandinganya
Ulama mengambil dasar-dasar adanya kementerian (Wuzarah) dengan dua alasan, Pertama: firman Allah dalam surat At-Thaha 29-32 yang Artinya “Dan jadikanlah untukku seorang wazir dari keluargaku, yaiut harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengan dia, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.” Dan Kedua karena alasan yang sifatnya praktis, yaitu imam tidak mungkin sanggup melaksanakan tugas-tugasnya didalam mengatur ummat tampa adanya naib (Wazir). Dengan adanya wazir yang membantu imam didalam mengurus umat, akan lebih baik pelaksaannya dan terhindar dari kekeliruan serta kesalahan.

B.   Bidang Fiqih Siyasah Dauliyah.
Yaitu siyasah yang berhubungan dengan pengaturan pergaulan antara negara-negara Islam dan negara-negara bukan Islam, tata cara peraturan pergaulan warga negara muslim dengan bukan negara non nuslim yang ada di negara Islam, hukum dan atauran yan membatasi hubungn negara Islam dengan negara lain dalam situasi damai dan perang. Atau dapat dikatakan yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara yang lain dan lembaga antar negara tersebut (Politik hubungan Internasional).
Dasar-dasar Siyasah Dauliyah, diantaranya sebagai berikut:
1.      Kesatuan umat manusia
Meskipum manusia ini berbeda suku berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit, berbeda tanah air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah, sama bertempat tinggal di muka bumi ini.
2.      Al-‘Adalah (Keadilan)
Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga, bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil. Banyak ayat-ayat yang berbicara tentang keadilan antara lain:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. An-Nisa : 135)
3.      Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hal-hal kemanusian yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hokum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila tidak di dalam kesederajatan antar Negara dan antar Bangsa.
4.      Karomah Insaniyah (Kehormatan Manusia)
Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia lainnya. Kehormatan manusia ini berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau komunitas dan bisa di kembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau negara.
5.      Tasamuh (Toleransi)
Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang kepada kejahatan. Allah mewajibkan menolak permusuhan dengan tindakan yang lebih baik, penolakan dengan lebih baik ini akan menimbulkan persahabatan bila dilakukan pada tempatnya setidaknya akan menetralisir ketegangan.
Hal-hal yang diperhatikan dalam fiqih siyasah dauliyah meliputi;
a.       Persoalan internasional.
b.      Persoalan teritorial.
c.       Persoalan nasionality dalam fiqih Islam.
d.      Masalah penyerahan penjahat.
e.       Masalah pengasingan dan pengusiran.
f.       Masalah perwakilan, tamu-tamu Negara, orang-orang dzimi.
Hubungan Internasional dibagi menjadi dua yaitu hubungna Internasional dalam waktu damai yang di dalamnya mengenai politik, ekonomi, kebudayaan, dan kemasyarakata, dan hubungan internasional dalam waktu perang.
Hubungan internasional dalam waktu damai:
1.      Damai adalah asas hubungan internasional yaitu perang hanya bila keadaan darurat, segera berhenti perang jika cenderung damai, dan memperlakukan tawanan secara manusiawi.
2.      Kewajiban suatu Negara terhadap Negara lain, yakni tentang menghormati hak-hak negara lain yang bertetangga dengan negara yang di tempati.
3.      Mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional.
Hubungan internasional dalam waktu perang
Sebab terjadinya perang:
1.    Memepertahankan diri
2.    Dalam rangkah dakwah
Etika perang dalam Islam:
1.      Dilarang membunuh anak.
2.      Dilarang membunuh wanita yang tidak berperang.
3.      Dilarang membunuh orang tua yang tidak ikut perang.
4.      Tidak memotong dan merusak tanaman.
5.      Tidak membunuh binatang ternak.
6.      Tidakmenghancurkan tempat ibadah.
7.      Dilarang mencincang mayat musuh.
8.      Dilarang membunuh pendeta dan pekerja.
9.      Bersabar,berani dan ikhlas.
10.  Tidak melampaui batas.

C.   Bidang Fiqih Siyasah Maliyah
Pengertian Fiqih Siyasah Maliyah
Fiqih Siyasah Maliyah adalah bidang fiqih siyasah yang mengorientasikan pengaturannya untuk kemaslahatan rakyat. Maka di dalam siyasah maliyah ada hubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta dan pemerintah atau kekuasaan. Di kalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang harus bekerja sama dan saling membantu antara orang-orang kaya dan orang-oarang miskin. Yang dibicarakan di dalam siyasah Maliyah adalah bagaimana cara-cara kebijakan yang harus di ambil untuk mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak semakin melebar. Didalam fiqih siyasah orang kaya di sentuh hatinya untuk mampu bersikap dermawan, dan orang-orang miskin di harapkan selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdo’a mengharapkan karunia Allah.
Dasar-Dasar Fiqih Siyasah Maliyah, di antaranya sebagai berikut:
a.    Beberapa prinsip tentang harta, antara lain:
1.      Masyarakat tidak boleh menggangu dan melarang pemilikan mamfaat selama tidak merugikan orang lain atau masyarakat itu sendiri.
2.      Karena pemilikan mamfaat berhubungan dengan hartanya, maka boleh bagi pemilik memindahkan hak miliknya kepada pihak lain, misalnya dengan jalan menjualnya, mewasiatkannya, menghibahkannya, dan sebagainya.
3.      Pada pokoknya pemilikan mamfaat itu kekal tidak terikat oleh waktu.
b.    Dasar-dasar keadilan sosial
Diantara landasan yang menjadi landasan keadilan social di dalam islam:
1.      Kebebasan rohania yang mutlak.
Yakni kebebasan rohania yang di dasarkan kepada kebebasan rohania manusia dari tidak beribadah kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa kecuali daripada Allah.
2.      Persamaan kemanusian yang sempurna.
Yakni prinsip-prinsip persamaan di dalam Islam yang di dasarkan kepada kesatuan jenis manusia di dalam kejadiannya dan di dalam tempat kembalinya, di dalam kehidupannya, di dalam matinya, di dalam hak dan kewajibannya di hadapan undang-undang, di hadapn allah, di dunia dan di akhirat.
c.    Tanggung jawab social yang kokoh
Di antaranya meliputi:
1.      Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
2.      Tanggung jawab terhadap keluarganya.
3.      Tanggung jawab individu terhadap masyarakat dan sebaliknya.
d.   Hak milik
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan terhadap harta yang di hasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Hanya Islam memberikan batasan-batasan tentang hak milik perseorangan ini agar manusia mendapat kemaslahatan dalam pengembangan harta dalam menafkahkan dan dalam perputaranya.
1.      Bahwa hakikatnya harta itu adalah milik Allah.
2.      Harta kekayaan jangan sampai hanya ada/dimiliki oleh segolongan kecil masyarakat.
3.      Ada barang-barang yang untuk kepentingan masyarakat seluruhnya, seperti jalan-jalan, irigasi, tempat-tempat peribadatan.
e.    Zakat
Beberapa bentuk zakat, di antaranya:
1.      Zakat hasil bumi (Usyur)
2.      Zakat emas, ternak, dan zakat fitrah.
3.      Kanz dan harta karun.
f.      Jizyah
Jizyah adalah iuran Negara (Dharibah) yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab sebagai imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau sebagai imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang di peroleh orang-orang Islam sendiri, baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharan harta, kehormatan. Dan agama.

D.   Bidang Fiqih Siyasah Harbiyah
Fiqih Siyasah Harbiyah adalah siyasah yang mengatur tentang peperangan dan aspek-aspek yang berhubungan dengannya . Seperti perdamaian. Perang bisa saja timbul sekali-kali, akan tetapi yang diharapkan adalah menghindari atau mengurangi terjadinya perang. Kalau mungkin menghilangkannya. Sekalipun perang sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik, tetapi terpaksa harus dilaksanakan dalam kondisi-kondisi di dalam dan di luar negeri tertentu.
Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah perdamaian saling membantu dalam kebaikan, maka:
1.      Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat hanya di lakukan seperlunya.
2.      Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh.
3.      Segera menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepda damai.
4.      Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.

C.     HUBUNGAN ANTARA FIQIH SIYASAH DENGAN ISLAM
Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil). Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran kasih sayang. Islam bukan pula agama agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.
Ketika seorang mendengar istilah Islam Politik, tentu ia akan segera memahaminya sebagai Islam yang bersifat atau bercorak politik. Dalam hal ini, Islam memang harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-satunya corak yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tanpa ada corak lainnya yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang parsial. Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu PR penting umat Islam saat ini, untuk bisa bangkit dari kemundurannya.
0Adapun istilah Politik Islam tentu akan segera dipahami sebagian politik ala Islam atau konsep politik meurut Islam. Istilah ini wajar ada karena memang dalam kenyataannya terdapat banyak konsep politik yang kurang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam memang memiliki konsep khas tentang politik. Akan tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai konsep politik yang senantiasa muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep yang sudah dimiliki, sepanjang tidak bertentangan dengan konsep baku yang sudah ada.
Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari waktu ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat mengikat, sementara kondisi zaman berubah dan berkembang.

D.    MANFAAT MEMPELAJARI FIQIH SIYASAH
Manfaat mempelajari fiqih siyasah adalah:
1.      Mengatur peraturan dan perundang-undangan negara sebagai pedoman dan landasan idiil dalam mewujudkan kemaslahatan Islam.
2.      Pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan.
3.      Mengatur hubungan antara pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing dalam mencapai tujuan negara.


2.   Jihad
A.    PENGERTIAN JIHAD
Jihad dari kata jahada berarti mencurahkan segala kemampuaan (untuk tercapainya seuatu yang diinginkan) berjuang bersungguh – sungguh. Dalam salah satu firmannya allah memerintahkan
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya.” (QS Al-hajj [22]: 78)
“Dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Al-Ankabut [29] : 6)

Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Al-qur’an, kata jihad tidak selalu menunjukkan pada makna perang, atau perjuangan bersenjata, dari catatan sejarah menyatakan bahwa perjuangan bersenjata baru dilakukan Nabi Saw dan para sahabatnya setelah beliau dan para sahabat telah berhijrah ke madinah padahal surah Al- Ankabut yang banyak mengandung perintah jihad telah turun sekitar tahun ke 5 dari kerasulan Muhammad Saw, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jihad adalah segala upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang sebagai manifestasi keimanan nya dalam rangka tegaknya kebenaran dan terberantasnya kebatilan, baik dilakukan dengan jalan perang maupun tanpa perang. Dengan kata lain jihad adalah perjuangan umat islam di jalan allah dalam rangka tegaknya  amar–ma’ruf dan nahi–munkar.
Motivasi jihad yang dilakukan kaum muslimin tidak terlepas dari upaya penegakan amar–ma’ruf dan nahi–munkar, berupa:
·         Terpeliharanya agama
Dalam firmannya Allah ditegaskan, yang artinya:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah[2]: 193)
·         Tercegahnya kezaliman
Dalam firmannya Allah ditegaskan, yang artinya:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS Al-hajj [22]: 39)
·         Memberantas kemunafikan
Dalam firmannya Allah ditegaskan, yang artinya:
“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan     kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman.” (QS Al-Baqarah[2]:109)
Dalam firmannya Allah yang lain diingatkan juga,
“Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (QS Al-nisa [4]: 89)
·         Membela orang – orang  lemah
Dalam firmannya Allah ditegaskan, yang artinya:
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (Al imran [3]: 140 – 141)

Dengan demikian motivasi jihad yang dilakukan kaum muslimin tidak terlepas dari upaya manusia dalam menegaskan amar ma’ruf dan nahi munkar.

B.     DASAR-DASAR JIHAD
1.            AL-QUR’AN

Dalam salah satu firmannya allah memerintahkan yang artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya.” (QS Al-hajj [22]: 78)
Dalam firmannya allah yang lain diungkapkan yang artinya:
“Dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Al-Ankabut [29] : 6)

Dalam salah satu firmannya allah memerintahkan yang artinya:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.



Dalam salah satu firmannya allah memerintahkan yang artinya:
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.

Dalam salah satu firmannya allah memerintahkan yang artinya:
….. dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

2.      AL-HADIST
 Jabir r.a meriwayatkan:[14]

ان عبداقدم فبايع رسول الله * فبايعه عل الاسلام والجهاد فقدم صاحبه فاخبرانه معلوكه فاشتراه رسول الله * منه بعبدين فكان بعد دلك ادا اتاه

من لايعرفه يبايعه ساله احرهوامعلوك فان قال حر بايعه عل الا سلام

وا لجهاد وان قل عبد با يعه عل الاسلام دون الجهاد
Artinya:
“Seorang hamba sehaya datang lalu berbai’at kepada rasullah s.a.w, maka beliu pun membai’atnya atas islam dan jihat, kemudian temenya dating dan memberitahukan  bahwa orang tersebut milik (mahluk)nya, rasullah s.a.w, lalu membelinya dengan dua orang hamba sehaya, sesudah peristiwa itu apabila datang seorang yang tidak beliau kenal dan membai’atnya, beliau bertanya dulu, apakah dia ‘merdeka’ beliau membai;atnya atas islam dan jihat dan kalau berkata ‘hamba sehaya’ beliau membai’atnya atas islam tidak usah jihad”
Al-bajuri mendenifisikan jihad sebagai berikut:

الجهاد اي القتال في سبيل الله ما خؤد من الجا هده و هي المقا تله لا قامت

الدين وهدا هو الخهاد الاصغر ام الجهاد الاكبر فهو مجا هده النفس

فلد لك كا نا لنبى ص م يقو ل ادا رجع من الجهاد رجعنا من الجهاد

الا صغر الي الجهاد الاكبر
Artinya:
“jihad  atau qital itu berarti perang dijalan allah yang berasal dari kata al-mujahadah, yaitu perang untuk menegakkan agama dan (pegertian) ini yang dinamakan jihad ashghar, sedangkan jihad ashghar adalah jihad melawan hawa nafsu, mengingat sabda Nabi Muhammad Saw, ketika beliau baru kembali dari medan perang “ kita baru kembali dari jihad ashghar menuju jihad akbar”

C.    SYARAT JIHAD
Menurut Syaikh Abu Syujak syarat-syarat jihat ada tujuh antar lain:
1.      Islam
2.      Baligh
3.      Berakal
4.      Merdeka
5.      Laki-laki
6.      Sehat
7.      Kuat berperang

D.    RUKUN JIHAD
Menurut Syaikh Abu Syujak rukun jihad antar lain:
1.      Tegas dan siap mati ketika menghadapi serangan musuh, karena Allah Ta’ala mengharamkan Mujahid mundur dari serangan musuh.
2.      Dzikir kepada Allah Ta’ala dengan hati dan lisan dalam rangka meminta kekuatan Allah Ta’ala dengan ingat janji, ancaman, dukungan serta pertolongan-Nya kepada wali-wali-Nya. Dengan dzikir seperti itu, hati menjadi tegar dan semangat perang menjadi kuat.
3.      Ta’at kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dengan tidak melanggar perintah keduanya dan meninggalkan larangan keduanya.
4.      Tidak menimbulkan konflik ketika memasuki kancah perang, namun dengan satu barisan yang tidak ada celah kosong didalamnya, hati yang menyatu, dan badan-badan yang rapat seperti bangunan kokoh.
5.      Sabar dan tetap dalam kesabaran, dan siap mati ketika memasuki kancah perang hingga pertahanan musuh terbongkar dan barisan mereka terkalahkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala.

    E.     MACAM  – MACAM JIHAD

Firman Allah yang artinya:
“dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah.” (al-taubah[9] : 41)

Demikian pula dengan firman allah berikut yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.” (QS Al-anfal [8] : 72)

Bedasarkan pegertian tentang jihad dikaitkan dengan ayat – ayat tersebut, jihad ada dua macam yaitu:
·         Jihad Al-nafs
Jihad al-nafs ialah jihad dalam arti memerangi hawa nafsu, dalam islam Jihad al-nafs dikatagorikan ke dalam jihad akbar, sebab Jihad al-nafs merupakan awal dari segalabentuk jihad, termasuk ke dalam jihad al-nafs adalah memerangi ketamakan, kezaliman, kesombongan, kebodohan, kemalasan, kemiskinan, kemaksiatan, nafsu ingin dihormati, menghasut, dan buruk sangka.
Perhatikan pernyataan- pernyataan llahi berikut yang artinya:
“dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ankabut[29]: 6)
Demikian pula firman allah berikut yang artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (QS Al-Hajj [22]: 78)
·         Jihad Al-Mal
Jihad al-mal merupakan perpaduan jihad bi al-nafs dan jihad bi al-amwal, jihad bil-nafs sama dengan al-qital (perang) , yaitu jihad atau perjuangan dengan mengorbankan jiwa, jika diserang diusir atau diancam musuh yang mengakibatkan terganggu atau hilangnya kebebasan beragama, sedangkan jihad bil-amwal adalah perjuangan dengan (mengorbankan) demi kepentingan agama dan masyarakat harta, jihad bil-amwal dapat berupa infak, sedekah, wakaf dan sebagainya.
Perhatikan firman – firman allah berikut yang artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS-AL-baqarah [2] : 190)
Dan firman Allah lainnya yang artinya:
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (QS  Al-hajj [22] : 38)

    F.     PENDAPAT ULAMA
            Syaikhul islam ibnu taimiyah menyatakan: ”maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah.”
Syaikh Abdur Rohman bin Nashir Al sa’di  menyatakan: ”jihad ada dua jenis pertama jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan kaum mukminin dalam akidah, ahlaq, adab (perilaku), dan seluruh perkaraa dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka baik ilmiah dan amaliah. Jenis ini adalah induk jihad dan tonggaknya serta menjadi dasar bagi jihad yang ke dua yaitu jihad dengan maksud menolak orang yang menyerang islam dan kaum muslimin dari kalangan orang kafir, munafiqin, mulhid, dan seluruh musuh-musuh agama dan menentang mereka”
Syaikh abdul aziz bin baaz menyatakan “jihad terbagi menjadi dua yaitu jihad At tholab(menyerang) dan jihad Ad daf’hu(bertahan). Maksud tujuan ke duanya adalah menyampaikan agama allah dan mengajak orang mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya islam dan meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah semata.”

Madzhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan, sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang lain.”

            Madzhab Maliki
Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.

            Madzhab Syaafi’i
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah” Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.

            Madzhab Hambali
Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Isla.[25]

            Abu  Ishaq
Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah mashdar dari kata jaahada, jihaadan, wa mujaahadatan. Sedangkan mujaahid adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan kemampuan dan tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar khaashshatan (memerangi kaum kafir pada khususnya).

Al Bahuuthiy
Al-Bahuuthiy dalam kitab al-Raudl al-Marba’, menyatakan; secara literal, jihaad merupakan bentuk mashdar dari kata jaahada (bersungguh-sungguh) di dalam memerangi musuhnya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qitaal al-kufaar (memerangi kaum kafir).

Al Dimyathiy
Al-Dimyathiy di dalam I’aanat al-Thaalibin menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah; dan berasal dari kata al-mujaahadah. Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi sabiilillah wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi (berperang di jalan Allah dan semua hal yang berhubungan dengan hukum-hukumnya).

Di dalam kitab Durr al-Mukhtaar, dinyatakan; jihad secara literal adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah (bersungguh-sungguh di jalan Allah). Adapun secara syar’iy, jihaad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala man lam yuqabbiluhu (seruan menuju agama haq (Islam) dan memerangi orang yang tidak mau menerimanya). Sedangkan Ibnu Kamal mendefinisikan jihaad dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au ra’y au taktsiir yakhlu dzaalik (mencurahkan segenap tenaga di dalam perang di jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang berujud pendapat, harta, maupun akomodasi perang.

Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy
Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad bermakna badzlu al-juhdi (dengan jim didlammah; yang artinya al-wus’u wa al-thaaqah (usaha dan tenaga) mencurahkan segenap usaha dan tenaga); atau ia adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari tenaga yang dicurahkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut ‘uruf syara’ , kata jihaad digunakan untuk menggambarkan pencurahan usaha dan tenaga dalam perang di jalan Allah swt, baik dengan jiwa, harta, lisan (pendapat).[26]

Abu Al-Hasan Al-Malikiy
Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat al-Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihaad diambil dari kata al-jahd yang bermakna al-ta’ab wa al-masyaqqah (kesukaran dan kesulitan). Sedangkan menurut istilah, jihaad adalah berperangnya seorang Muslim yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk memenuhi panggilan jihaad, atau terjun di tempat jihaad; dan ia memiliki sejumlah kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam, meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak melarikan diri.

Imam Zarqaniy
Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah al-Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihaad (dengan huruf jim dikasrah) adalah al-masyaqqah (kesulitan). Jika dinyatakan jahadtu jihaadan, artinya adalah balaghtu al-masyaqqah (saya telah sampai pada taraf kesulitan). Sedangkan menurut pengertian syar’iy, jihaad bermakna badzlu al-juhdi fi qitaal al-kufaar (mencurahkan tenaga untuk memerangi kaum kufar).[27]

    G.    PENDAPAT YANG KUAT
Pendapat yang kuat bedasarkan uraian di atas:
·         Bahwa hukum jihad adalah farduh kifayah dan farduh ‘ain bedasarkan madzhab hambali.
·         Jihad mempunyai arti banyak yang diungkapkan oleh para ulama-ulama yaitu meninggikan kalimat allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Fiqih siyasah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas hukum-hukum pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.
2.      Kedudukan fiqih siyasah di dalam sistematika hukum Islam adalah berada di bawah fiqih mu’amalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranan jelasnya adalah sangat penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci dapat dijalankannya hukum Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas rakyatnya adalah beragama muslim. Selain itu fiqih siyasah sangat mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan berusaha menghilangkan kemudratan.
3.      Jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syariat Islam. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara yang sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran.
4.      Sedangkan Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad, Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin.
5.      Islam selalu mengajak orang kepada perdamaian dan kerukunan. Islam tidak pernah mengizinkan seseorang untuk memerangi siapa pun yang tidak bersalah. Namun dalam kondisi dimana umat Islam diperangi, maka Islam pun mengenal peperangan melawan kebatilan dengan melakukan kontak senjata, dengan syrat harus ada dakwah kepada mereka terlebih dahulu, baik dengan lisan mapun tulisan.






DAFTAR PUSTAKA





No comments:

Post a Comment